Qin Shi Huang : The Great Emperor

 


    Qin Shi Huang, yang dikenal juga sebagai Kaisar Pertama China, lahir dengan nama Ying Zheng pada 18 Februari 259 SM di negara Qin. Ia adalah putra dari Raja Zhuangxiang dari Qin dan seorang wanita bernama Lady Zhao. Sebagai pewaris takhta, ia menjadi raja Qin pada usia yang sangat muda, yakni 13 tahun, setelah kematian ayahnya pada 246 SM. Meski usia muda, ia segera menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan merencanakan langkah-langkah besar yang akan mengubah sejarah China.

    Pada awal pemerintahannya, Ying Zheng terkesan dengan reformasi yang dilakukan oleh Perdana Menteri Lu Buwei dan beberapa pejabat lainnya yang membantu dalam memimpin negara Qin. Namun, seiring waktu, ia mulai mengambil alih kendali secara langsung dan memperkenalkan kebijakan-kebijakan yang sangat berfokus pada sentralisasi kekuasaan dan penguatan negara. Di bawah pemerintahannya, negara Qin berkembang pesat, baik dalam hal kekuatan militer maupun ekonomi.

    Namun, saat itu, China terbagi menjadi tujuh negara besar yang saling bersaing dalam apa yang dikenal sebagai Perang Negara-Negara (Warring States Period). Qin, di bawah pimpinan Ying Zheng, adalah negara yang paling maju dalam hal kekuatan militer dan strategi. Dengan tekad yang kuat, Ying Zheng mulai merencanakan ekspansi besar-besaran untuk menyatukan seluruh wilayah China. Ia berhasil menaklukkan negara-negara yang lebih kecil satu per satu, dimulai dengan negara Han pada 230 SM, dan dilanjutkan dengan negara Zhao, Wei, Chu, Yan, dan Qi hingga akhirnya, pada 221 SM, ia berhasil menyatukan seluruh China di bawah satu pemerintahan, menjadi Kekaisaran Qin.

    Setelah mencapai kesatuan ini, Ying Zheng memutuskan untuk mengadopsi gelar “Qin Shi Huang,” yang berarti "Kaisar Pertama dari Qin," sebagai simbol dari kekuasaan absolutnya. Gelar "Huang" merujuk pada pemimpin besar yang diberkahi dengan mandat surgawi, yang berarti bahwa ia adalah pemimpin yang dipilih oleh langit untuk memerintah seluruh dunia.

    Sebagai kaisar, Qin Shi Huang melakukan banyak reformasi besar untuk mengonsolidasikan kekuasaan dan memperkuat kekaisarannya. Salah satu langkah pertama yang diambilnya adalah pengadopsian satu sistem hukum yang seragam untuk seluruh kekaisaran. Ia memerintahkan penyatuan berbagai sistem penulisan, mata uang, dan ukuran yang sebelumnya berbeda-beda di seluruh wilayah yang ia taklukkan. Ini tidak hanya memudahkan administrasi dan perdagangan, tetapi juga menciptakan perasaan kesatuan di antara rakyat.

    Di bawah kepemimpinan Qin Shi Huang, sistem birokrasi juga mengalami perubahan besar. Ia membentuk sistem pemerintahan yang lebih terpusat dengan pengawasan yang ketat terhadap pejabat-pejabatnya. Tak hanya itu, ia juga mulai memperkenalkan kebijakan pembangunan besar, seperti pembangunan jalan-jalan besar dan sistem kanal untuk mempermudah transportasi dan pengairan. Salah satu proyek terbesar yang dilaksanakan adalah pembangunan Tembok Besar China, yang dimulai pada masa pemerintahannya. Tembok ini dibangun untuk melindungi China dari ancaman suku-suku nomaden dari utara.

    Namun, meskipun Qin Shi Huang telah berhasil menyatukan China, pemerintahannya juga dikenal dengan kebijakan yang keras dan otoriter. Ia sangat menekankan pentingnya kesatuan dan stabilitas, dan berusaha keras untuk menghilangkan segala bentuk oposisi terhadap pemerintahannya. Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah pembakaran buku-buku dan penguburan hidup para filsuf, yang dikenal dengan nama “Pembakaran Buku dan Penguburan Filsuf” (yang terjadi pada 213 SM). Tujuannya adalah untuk menghilangkan pengaruh pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Legalisme yang menjadi ideologi negara. Pada saat itu, banyak teks-teks sejarah, sastra, dan filsafat dihancurkan, dan banyak intelektual yang dibunuh atau dipaksa bekerja di proyek-proyek besar.

    Qin Shi Huang juga dikenal karena obsesinya terhadap keabadian. Menyadari bahwa usianya tidak akan selamanya, ia mulai mencari cara untuk hidup selamanya. Ia mengirim ekspedisi ke berbagai tempat untuk mencari ramuan kehidupan abadi, dan ia juga mengkonsumsi berbagai obat yang dianggap dapat memperpanjang usia. Namun, meskipun semua usaha ini, ia tidak pernah menemukan keabadian yang dicari.

    Pada tahun 210 SM, Qin Shi Huang jatuh sakit setelah melakukan perjalanan ke wilayah timur untuk memeriksa kemajuan proyek-proyek besar dan mencari ramuan keabadian. Ia meninggal pada usia 49 tahun di wilayah yang kini dikenal sebagai Shandong. Kematian Qin Shi Huang membawa dampak besar bagi kekaisarannya. Meskipun ia memiliki sejumlah anak dan pengganti, tak lama setelah kematiannya, kekaisaran Qin mulai mengalami kemunduran. Pemberontakan besar-besaran terjadi karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang tiranik, dan hanya beberapa tahun setelah kematiannya, dinasti Qin runtuh, digantikan oleh Dinasti Han pada 206 SM.

    Meskipun pemerintahan Qin Shi Huang hanya bertahan selama 15 tahun, warisannya tetap sangat besar. Ia adalah sosok yang menyatukan China, mengubahnya dari sekumpulan negara-negara yang terpecah-pecah menjadi sebuah kekaisaran yang kuat dan terorganisir. Banyak dari kebijakan yang diperkenalkan oleh Qin Shi Huang—seperti sistem hukum yang terpusat, standar mata uang, dan pembangunan infrastruktur—membentuk fondasi bagi Dinasti-Dinasti China selanjutnya. Salah satu warisan abadi yang paling dikenal adalah makamnya yang ditemukan dengan pasukan terakota yang luar biasa, yang menggambarkan kecanggihan budaya dan teknologi pada masa pemerintahannya.

    Qin Shi Huang, meskipun dikenal sebagai tiran, merupakan salah satu tokoh paling penting dalam sejarah dunia, yang meletakkan dasar bagi perkembangan China sebagai negara yang besar dan kuat.

Qin Shi Huang : The Great Emperor Qin Shi Huang : The Great Emperor Reviewed by Mirzparadewa on Februari 06, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar